Kalaulah dikilas balik kisah cindur mato maka yang akan nampak adalah sisi kepahlawan Sultan Remendung gelar Dang Tuanku Syah Alam..yang dikatakan mengkirab bersama bundanya Bundo Kanduang, dan istrinya Puti Bungsu putri Rajo Mudo gelar Rajo Megat SUtan Saktai Rajo Jonggor Raja di Renah Sekalawi.(sekarang Lebong), dengan tujuan agar stabilitas kerajaan pagaruyung tetap terjaga.hingga tak terjadi pertempuran yang melibatkan rakyat,Kisah kelanjutan perjalanan Dang Tuanku Sultan Remendung akhirnya tak terekam sejarah pagaruyung..hingga sekarang………
Dikisahkan……dalam kisah…
CINDUR MATO
Pada saat pemerintahan Bundo Kanduang cicit dari Adityawarman yang bertahta di Pagaruyung, menghadapi kemelut dengan Tiang Bungkuk penguasa negeri Sungai Ngiang, dengan pasal hendak dikawinkannya putranya Rangkayo Imbang Jayo dengan Puti Bungsu anak Rajo Mudo ( gelar bagindo Rajo Megat Sutan Saktai Rajo Jonggor) , raja di Renah Sekalawi (sekarang Kab.Lebong). Puti Bungsu sudah ditunangkan sejak masih dalam kandungan ibunya dengan sepupunya sendiri Dang Tuanku Sultan Remendung.. Rajo Mudo Rajo Megat adik kandung dari Bundo Kanduang. Keputusan yang sepihak itu tak dapat diterima oleh Dang Tuanku Sultan Remendung. ia memerintahkan adik sepupunya Cindur Mato putra Kambang Bandohari (juru kunci) Istana Pagaruyung yang sekaligus pembawa kabar tsb ke ranah pagaruyung, untuk segera bertindak. Hingga mereka bersegera menuju Renah Sekalawi. Dalam perjalanan itu Cindur Mato menunggang kabau Sibenuang, aral pun banyak ditemui sepanjang perjalanan menuju ke Sekalawi, mulai dari serangan penyamun, dan medan alam yang tak bersahabat, terutama aral di bukit Tambun Tulang dengan banyaknya lebah penyengat, dan aral-aral kecil lain yang disebabkan oleh orang-orang suruhan Rangkayo Imbang Jayo untuk menghalangi kedatangan mereka ke Renah Sekalawi.
Sementara pernikahan itu disetujui oleh Bagindo Rajo Mudo Rajo Megat karena tersebar issu yang dihembus-hembuskan oleh orang-orang suruhan Rangkayo Imbang Jayo kalau Dang Tuanku Sultan Remendung terkena penyakit kulit yang hebat hingga harus diasingkan ke hutan belantara. Rajo Mudo Rajo Megat menerima kedatangan Dang Tuanku Sultan Remendung dan Bundo Kanduang dengan senang hati sebagai kunjungan kerabat dari pagaruyung yang akan menghadiri pesta pernikahan kemenakannya, Bagindo Rajo Mudo terkejut melihat ketampanan Dang Tuanku Sultan Remendung tanpa sedikitpun penyakit kulit seperti yang diisukan itu, namun rencana pernikahan tak dapat dielak.Hingga Dang Tuanku Remendung memutuskan jalan pintas dengan memerintahkan adiknya membawa lari sang pengantin wanita,dan Cindur Mato berhasil menculik Puti Bungsu dan membawanya ke Pagaruyung Dan ternyata Puti bungsu ikut bersama Cindur Mato atas keinginannya bukan diculik tapi ingin diculik setelah mendengar pesan dari Sultan Remendung perihal perjodohan mereka semenjak masih diperut ibunya..Bahkan Rajo Mudo pun mengetahui rencana itu dan berpura-pura tidak mengetahuinya, mengingat sifat jelek rangkayo Imbang Jayo, sungguh tak ingin ia nikahkan putrinya dengannya. Akhirnya keputusan Basa Ampek Balai menyetujui pernikahan mereka, dengan disetujui Bundo Kanduang Dang Tuanku pun dinikahkan dengan Puti Bungsu.
Sementara itu di pinggir negeri Sungai Ngiyang, suasana semakin memanas atas perlakuan Cindur Mato. Malu dan bercampur marah, membuat keputusan Rangkayo Imbang Jayo membawa pasukan menuju Pagaruyung, seraya berucap dengan lantang “Cindua Mato Harus di bunuh, Puti Bungsu harus dibawa kembali ke negeri Sungai Ngiyang”..penuh amarah dan kebencian yang sangat dalam. Imbang Jayo belumlah paham bila Puti Bungsu diculik atas perintah Dang Tuanku Sultan Remendung. Mendengar itu Bundo Kanduang segera bertindak, maka di Istana Pagaruyung pun mengadakan musyawarah besar, hadir Rajo Duo Selo, Basa Ampek Balai, masyarakat Pagaruyung.Hasil musyawarah itu memerintahkan Cindur Mato untuk mengasingkan diri ke negeri Pagar Dewa- Indropuro , yang keramat yang masih dikuasai oleh waris Rajo Indo Jati yang merupakan tali persaudaraan Ibu dari Bundo Kanduang sendiri, yang konon di anggap memiliki penjaga dari orang bunian.
Setelah kepergian Cindur Mato ke pengungsiannya di negeri Pagar Dewa Indropuro, pasukan Rangkayo Imbang Jayo datang menyerang ke Pagaruyung. Serangan itu pun dihadapi dengan gagah oleh masyarakat pagaruruyung yang otomatis menjadi pasukan istana di pimpin oleh Basa Ampek Balai, dan Rajo Duo Selo (dua orang rajo adat dan ibadat). Dalam pertempuran itu pasukan rangkayo Imbang Jayo berhasil dipukul mundur dengan tewasnya Imbang Jayo ditangan Rajo Duo Selo, pasukan Imbang Jayo banyak yang terbunuh. Sisa pasukan Imbang Jayo yang masih hidup pulang ke negeri Sungai Ngiyang. Mendengar berita atas kematian anaknya, Raja Tiang bungkuk pun arah besar, apalagi terdengar berita calon menantunya sudah dinikahi oleh Sultan Remendung, kemarahannya pun semakin memuncak, dengan mengatakan bahwa bumi pagaruyung akan dibumi hanguskan, hingga banjir darah, putra makhota Dang Tuanku Sultan Remendung gelar Syah Alam harus dibunuh sebagai ganti nyawa anaknya. Dan berita kemarahan itu pun sampai pula ke Istana Pagaruyung.
Di Istana Pagaruyung, musyawarah besar kembali diadakan, bila sebelumnya Cindur Mato diungsikan dari kejaran Rangkayo Imbang Jayo, maka Bundo Kanduang memerintahkannya untuk segera kembali. Bundo Kanduang yang arief memutuskan untuk mengungsi dari istana bersama putra makhotanya beserta menantunya, untuk menghindari pertumpahan darah dan menjaga stabilitas Istana Pagaruyung dari kehancuran akibat pertempuran yang akan melibatkan rakyat banyak. Namun untuk menghindari kejaran dari Tuanku Raja Tiang Bungkuk, Bundo Kanduang memerintahkan kerabat di Istana Pagaruyung untuk mengabarkan kepada rakyatnya bahwa beliau sudah menghilang naik ke langit (mengkirab), dengan harapan Raja Tiang Bungkuk pun akan berhenti untuk mencari mereka lagi. Untuk mengisi kekosongan tampuk pimpinan di Istana Pagaruyung, Bundo Kanduang memerintahkan Cindur Mato naik tahta menggantikan putra makhota Remendung gelar Dang Tuanku Syah Alam. Bundo Kanduangpun beserta anak menantu pergi ke negeri Pagar Dewa, daerah asal puyangnya.
Setelah kepergian Bundo Kanduang, Cindur Mato memerintah di Istana Pagaruyung, dia sangat memutar otaknya agar bisa terlepas dari pertumpahan darah,.Tersiar kabar bahwa Raja Tiang Bungkuk sangat sakti dan tak terkalahkan karena tak mempan senjata apa pun.Setelah memutar otak sedemikian rupa diputuskannya untuk berpura-pura menjadi orang bodoh saja, dengan harapan ia akan ditangkap oleh Tiang Bungkuk, dan ia akan mencari tahu kelemahannya kelak dan Cindur Mato berpesan kepada rakyatnya perihal Bundo Kanduang dan Sultan Remendung beserta Puti Bungsu kalau sudah mengkirab ke langit bila kelak ada yang mencari tahu tentang mereka suatu hari nanti, dan rakyat diperintahkan untuk menghindari mengadakan keramaian, agar suasana sepi dan kesedihanpun akan tampak.
Dan tak berapa lama kemudian pasukan Raja Tiang Bungkuk pun datang memasuki wilayah Istana Pagaruyung untuk memenggal kepala Sultan Remendung dan membumi hanguskan Istana Pagaruyung. Namun sayang kedatangan mereka tak disambut oleh siapapun, kota Nampak sunyi.Seperti diliputi oleh kesedihan yang teramat sangat. Raja Tiang Bungkuk pun bisa masuk hingga sampai di pintu istana, tapi Tiang Bungkuk hanya menjumpai Cindur Mato yang duduk di singgasana raja seperti orang yang bodoh perilakunya.
Raja Tiang Bungkuk pun menjadi kesal, dan bertanya dengan suara yang sangat keras.
‘Hai Cindur Mato, dimana kah Sultan Remendung? Karena aku akan memenggal kepalanya, hutang nyawa dibayar nyawa..” Cindur Mato tak bergeming dari duduknya yang Nampak seperti orang bodoh, ia hanya berkata..
“Maaf Tuanku Rajo, hamba tak tahu apa yang tuan cari hatiku sedang tak berselera sebab Bundo Kanduang, beserta Kakanda Remendung dan menantunya Puti Bungsu sudah mengkirab ke langit. Sedih hatiku ini..tak ada lagi yang menemani..hiks hiks hiks..” Cindur Mato pun pura-pura menangis seperti anak kecil yang kehilangan kakak dan ibunya..
Mendengar itu terperanjatlah Raja Tiang Bungkuk, namun ia tak percaya begitu saja, dengan menyeret Cindur Mati ia memeriksa seluruh ruangan di Istana Pagaruyung, dan memerintahkan pasukannya mencari tahu di luar istana info dari masyarakat di sana. Hasilnya pun sama..mereka sudah mengkirab ke langit.Akhirnya..
“Baiklah, tak kudapatkan Remendung dan Puti Bungsu, maka engkau saja gantinya, pengawal tangkap dia. Biar dia kujadikan budak di istanaku, Huh!’penuh kejengkelan ia kembali ke Sungau Ngiyang dengan Cindur Mato sebagai tawanan budaknya.
Di Sungai Ngiyang, Cindur Mato bekerja seperti budak belian, mengangkat barang keperluan rumah tangga hingga menjadi tukang pijit dengan sangat rajin dan berbudi meski berperilaku agak bodoh. Sikap bodoh yang polos Cindur Mato pun berhasil mengambil hati Tiang Bungkuk, hingga dianggap seperti anak sendiri. tidur.Hingga suatu hari, saat memijit, Tiang Bungkuk , Cindur Mato mencari tahu kelemahan Raja Tiang Bungkuk. Tiang Bungkuk pun bercerita soal kesaktiannya ketika itu beliau sedang di pijit oleh Cindur Mato. Ia mengatakan kelemahannya ialah bila ditusukan ke ulu hatinya keris yang terletak di Tiang Bungkuk (tiang yang berbentuk bengkok2). Dirumahnya. Itu satu-satunya cara untuk bisa melumpuhkannya.Akhirnya niat ini pun terlaksana, Tiang Bungkuk mati terbunuh ditangan Cindur Mato.Untuk menebus kesalahannya Cindur Mato menikahi Putri Tiang Bungkuk,Puti Ranik Jitan meski sebenarnya Cindur Mato sudah bertunang dengan Putri Lenggo Geni. Kemudian Cindur Mato meninggalkan negeri Sungai Ngiyang menuju Pagaruyung.Putri Ranik Jitan ditinggalkan di negeri Sungai Ngiyang dan telah dikarunia seorang putra.
Setibanya Cindur Mato di Pagaruyung, dengan membawa kabar gembira karena telah bisa menaklukan penguasa sungai Ngiyang, maka rencana pernikahannya dengan Putri Lenggo Geni pun segera dilaksanakan. Kemudian mandatnya sebagai pengganti Dang Tuanku Remendung sebagai raja alam minangkabau di Istana Pagaruyung ia pegang selama beberapa tahun.
Sementara itu Sultan Remendung beserta istri dan Ibunya menetap di negeri Pagar Dewa Indropuro, dan naik tahta menggantikan pamanya.Ia mempunyai dua orang anak, yaitu Sutan Sarduni dan Putri Sariduni. Akan tetapi Cindur Mato kemudian berniat untuk ikut dengan Bundo Kanduang beserta ibunya Kambang Bandohari ke negri Pagar Dewa Indropuro, di usia yang sudah tua, dan wafat di sana. Sementara itu Sutan Sarduni saat dewasa pergi mencari jejak kakeknya Rajo Mudo ayahanda Puti Bungsu ibundanya ..yang terdengar kabar dari sang bunda menjadi raja di Renah Sekalawi.
(dari berbagai sumber)